Di Indonesia terdapat 238 block minyak dan gas yang dikuasai negara lain.
Sedang Indonesia sendiri hanya memperoleh 1 block di Sanga-Sanga, Kalimantan,
yang dikelola Pertamina EP unit pengeboran.
Indonesia saat ini memiliki cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki-kubik (TCF) gas.
Indonesia juga masih memiliki sekitar 274 ton emas di Papua, belum terhitung yang di Kalimantan dan block Asahan, Sumatra Utara.
Tiap-tiap block minyak tersebut rata-rata menghasilkan 200.000 - 300.000 barel per hari, atau jika dirupiahkan mencapai 5-6 T per hari. Sehingga total minimal penghasilan minyak Indonesia mencapai 5x238 = 1.190 T per bulan.
Sementara dari emas bisa didapat 26 T per hari atau sekitar 690 T per bulan.
Dari kekayaan gas alam cair yang ada di Indonesia terdapat kekayaan yang dapat menghasilkan 80 M kaki-kubik gas. Jika dirupiahkan dengan harga US$ 2,88 per mmBtu x 80 milyar kaki-kubik = 2.073 T per bulan.
Sehingga total semua kekayaan alam Indonesia menghasilkan pendapatan per bulan sebesar 1.190 + 690 + 2.073 = 3.953 T per bulan.
Kekayaan alam negeri ini ternyata tidak diperuntukkan bagi Indonesia, karena explorasi tersebut dilakukan negara-negara asing. Nilai 3.953 T per bulan tersebut dipakai untuk membiayai APBN negara-negara asing yang melakukan explorasi di Indonesia. Coba perhatikan, Jepang saja yang tidak memiliki tambang emas maupun minyak, UMR di Jepang mencapai Rp 13,5 juta.
Semestinya kekayaan negara diambilalih oleh pemerintah, seperti yang dilakukan oleh Presiden Venezuela Hugo Chavez. Jika semua bisa di-nasionalisasi, diperkirakan UMR buruh mencapai -+ Rp 200 juta per bulan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,7%, diklaim rezim SBY, sebagai capaian tinggi dan setara dengan China, India dan Korea. Hal ini sangat menyesatkan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sama sekali berbeda dengan Korea, India dan China yang memang ditopang oleh produktifitas industri yang dikerjakan oleh bangsanya sendiri.
Sedang di Indonesia, yang meningkat justru keuntungan perusahaan migas milik asing, yaitu sebesar 85%. Lalu keuntungan perusahaan batubara asing sebesar 75%, keuntungan perusahaan tambang mineral milik Freeport dan Newmont sebesar 95%, perbankan asing sebesar 65%, dan perkebunan asing sebesar 65-70%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh utang luar negeri, surat utang dan obligasi negara. Saat ini, utang pemerintah mencapai -+ Rp 2.000 T, utang swasta mencapai -+ Rp 1.000 T, yang sebagian besar bersumber dari luar negeri, yang untuk itu semua, setiap tahun, pemerintah dan swasta membayar bunga dan cicilan utang pokok lebih dari Rp 350 T. Padahal value ekonomi Indonesia kurang dari Rp 100 T. Dengan demikian, value ekonomi Indonesia sama sekali tidak cukup untuk membayar bunga utang dan cicilan utang pokok pemerintah/swasta.
Sementara itu, rakyat Indonesia dipaksa hidup dengan kredit konsumsi. Pada tahun 2012, total kredit konsumsi mendekati Rp 700 T dengan bunga yang sangat tinggi, mencapai 32%.
Rezim SBY membangun perekonomian dengan mencekik rakyatnya sendiri, demi mengabdi kepada kepentingan asing. Sementara lapangan kerja langka, pengangguran meluas, upah rendah, lebih dari 75% bekerja di sektor informal, tanpa jaminan.
Pertumbuhan ekonomi di era sekarang adalah pertumbuhan palsu, sama dan sebangun dengan pertumbuhan ekonomi pada zaman kolonial : pertumbuhan ekonomi yang dinikmati orang asing dan bangsa lain, namun menistakan bangsa sendiri
Indonesia saat ini memiliki cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki-kubik (TCF) gas.
Indonesia juga masih memiliki sekitar 274 ton emas di Papua, belum terhitung yang di Kalimantan dan block Asahan, Sumatra Utara.
Tiap-tiap block minyak tersebut rata-rata menghasilkan 200.000 - 300.000 barel per hari, atau jika dirupiahkan mencapai 5-6 T per hari. Sehingga total minimal penghasilan minyak Indonesia mencapai 5x238 = 1.190 T per bulan.
Sementara dari emas bisa didapat 26 T per hari atau sekitar 690 T per bulan.
Dari kekayaan gas alam cair yang ada di Indonesia terdapat kekayaan yang dapat menghasilkan 80 M kaki-kubik gas. Jika dirupiahkan dengan harga US$ 2,88 per mmBtu x 80 milyar kaki-kubik = 2.073 T per bulan.
Sehingga total semua kekayaan alam Indonesia menghasilkan pendapatan per bulan sebesar 1.190 + 690 + 2.073 = 3.953 T per bulan.
Kekayaan alam negeri ini ternyata tidak diperuntukkan bagi Indonesia, karena explorasi tersebut dilakukan negara-negara asing. Nilai 3.953 T per bulan tersebut dipakai untuk membiayai APBN negara-negara asing yang melakukan explorasi di Indonesia. Coba perhatikan, Jepang saja yang tidak memiliki tambang emas maupun minyak, UMR di Jepang mencapai Rp 13,5 juta.
Semestinya kekayaan negara diambilalih oleh pemerintah, seperti yang dilakukan oleh Presiden Venezuela Hugo Chavez. Jika semua bisa di-nasionalisasi, diperkirakan UMR buruh mencapai -+ Rp 200 juta per bulan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,7%, diklaim rezim SBY, sebagai capaian tinggi dan setara dengan China, India dan Korea. Hal ini sangat menyesatkan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sama sekali berbeda dengan Korea, India dan China yang memang ditopang oleh produktifitas industri yang dikerjakan oleh bangsanya sendiri.
Sedang di Indonesia, yang meningkat justru keuntungan perusahaan migas milik asing, yaitu sebesar 85%. Lalu keuntungan perusahaan batubara asing sebesar 75%, keuntungan perusahaan tambang mineral milik Freeport dan Newmont sebesar 95%, perbankan asing sebesar 65%, dan perkebunan asing sebesar 65-70%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh utang luar negeri, surat utang dan obligasi negara. Saat ini, utang pemerintah mencapai -+ Rp 2.000 T, utang swasta mencapai -+ Rp 1.000 T, yang sebagian besar bersumber dari luar negeri, yang untuk itu semua, setiap tahun, pemerintah dan swasta membayar bunga dan cicilan utang pokok lebih dari Rp 350 T. Padahal value ekonomi Indonesia kurang dari Rp 100 T. Dengan demikian, value ekonomi Indonesia sama sekali tidak cukup untuk membayar bunga utang dan cicilan utang pokok pemerintah/swasta.
Sementara itu, rakyat Indonesia dipaksa hidup dengan kredit konsumsi. Pada tahun 2012, total kredit konsumsi mendekati Rp 700 T dengan bunga yang sangat tinggi, mencapai 32%.
Rezim SBY membangun perekonomian dengan mencekik rakyatnya sendiri, demi mengabdi kepada kepentingan asing. Sementara lapangan kerja langka, pengangguran meluas, upah rendah, lebih dari 75% bekerja di sektor informal, tanpa jaminan.
Pertumbuhan ekonomi di era sekarang adalah pertumbuhan palsu, sama dan sebangun dengan pertumbuhan ekonomi pada zaman kolonial : pertumbuhan ekonomi yang dinikmati orang asing dan bangsa lain, namun menistakan bangsa sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar